Header Ads

Jejak "Si Tungkar" di Tanah Arab

Jejak "Si Tungkar" di Tanah Arab
Jejak "Si Tungkar" di Tanah Arab/ Photo: Fajar Rillah Vesky
Payakumbuh, GonjongLimo.Com--Nagari itu bernama Tungkar. Banyak juga yang menyebutnya Tungka atau Tungkegh. Lebih setengah abad silam, Tungkar merupakan bagian dari Kabupaten Tanahdatar. Kini, tergabung dalam Kecamatan Situjuah Limo Nagari, Kabupaten Limapuluh Kota. Berjuta kisah terhampar dari kampung kami ini. Termasuk kisah "Si Tungkar" (Orang Tungkar) mencari ilmu agama di Tanah Arab, hingga menjadi hakim Kesultanan Riau-Lingga dan Mufti Perak Darul Ridzuan: negara bagian terbesar keempat di Malaysia.

"Si Tungkar" yang mengembara ke Tanah Arab dan berdakwah ke Semenanjung Melayu itu bernama Muhammad Saleh. Setelah dewasa, di pangkal namanya, dilekatkan gelar Syekh yang berarti kepala suku, pemimpin, tetua, atau ahli agama Islam. Sedangkan di akhir namanya, dilengkapi dengan Al-Minangkabawi (ada juga yang menulis Al-Minankabawi) sebagai pertanda, beliau berasal dari Ranah Minang nan Elok Permai ini.

Syekh Muhammad Saleh Al-Minangkabawi sendiri, cukup terpandang di Malaysia. Setidaknya di Negara Bagian Perak yang wilayahnya meliputi Hulu Perak, Kerian, Larut, Matang, Selama, Hilir Perak, Kinta, Perak Tengah, Batang Padang, Manjung, dan Kuala Kangsar. Selain pernah dipercaya sebagai Mufti atau ulama yang memiliki wewenang untuk menginterpretasikan teks dan memberikan fatwa kepada umat di Negara Bagian Perak, Syekh Muhammad Saleh punya sejumlah karya fenomenal. Diantaranya, Mawa'izhul Badi'ah, Kasyful Asrar, Jalan Kematian, dan Nashihatul Mubtadi.

Meski terkenal sampai ke negeri jiran, tapi melacak jejak Syekh Muhammad Saleh Al-Minangkabawi di Nagari Tungkar dewasa ini bukanlah pekerjaan mudah. Penelusuran yang saya lakukan sejak Ramadhan tahun lalu, nyaris menemui jalan buntu. Ini terjadi karena sumber-sumber yang diyakini cukup mengetahui silsilah ulama itu sudah banyak yang tiada. Mereka pergi, tanpa meninggalkan literatur yang bisa menjadi inspirasi bagi anak-cucu.

Beruntung, di grup WhatsApp Ikatan Keluarga Tungkar (IKAT), tempat perantau dan anak nagari setempat saling berbagai informasi, masih ada perantau mencintai sejarah sebagai cermin menatap masa depan. "Coba dipastikan betul, Syekh Muhammad Saleh itu? Apakah beliau Syekh asal Tungkar yang wafat di Malaysia atau di Arab Saudi? Sebab di Arab Saudi, ada juga Syekh asal Tungkar. Keturunannya pernah datang ke nagari ini," kata Alwis Wahid, perantau Tungkar di Kepulauan Maluku.

Informasi agak terang disampaikan Muhammad Budiman Datuak Simarajolelo, perantau Tungkar yang merupakan alumni Institut Teknologi Bandung (ITB). "Coba datang ke rumah kami (rumah Gadang Piliang di Jorong Dalamnagari). Ada adik kami yang barangkali cukup tahu tentang sejarah Syekh Muhammad Saleh, karena beliau masih berasal dari kaum kami," kata Datuak Simarajolelo, beberapa waktu lampau.

Berbekal informasi tersebut, pekan lalu, dalam suasana bulan puasa yang membuat siapa saja mendadak Islami, saya menjambangi rumah gadang kaum Datuak Simarajolelo di Jorong Dalamnagari, Nagari Tungkar. Rumah gadang itu terbilang unik karena ventilasinya yang terbuat dari kayu berukir kalimat Tauhid. Pertanda, ilmu kaligrafi sudah dikenal sejak beratus-ratus tahun lalu di Tungkar.

Di dalam rumah gadang tersebut, terpajang foto-foto tempo dulu. Paling mencolok adalah foto berukuran sedang, bergambar lelaki memakai jas yang ada selempang disertai semacam pita dan benggo di dada. Lelaki berkacamata dengan tongkat di tangannya itu diyakini adalah Syekh Muhammad Saleh Al-Minangkabawi.

"Foto ini diyakini sebagai foto Syekh Muhammad Saleh Al-Minangkabau karena anak-anak dan keturunan beliau dari Malaysia pernah datang dua kali ke rumah gadang kami. Awalnya pada 1979 silam. Dan terakhir, tahun lalu, bersama mantan Pimpinan Bank Indonesia Sumbar (Romoe Risal Pandjialam)," kata Siti Indah Rahmatika atau Uni Indah, adik kanduang Muhammad Budiman Datuak Simarajolelo.

Menurut Indah, Muhammad Saleh, memiliki banyak keturunan di Malaysia. "Setahu saya, ada empat anak beliau di Malaysia. Yakni, Muhammad Sulaiman, Muhammad Dahlan, Hasbulllah, dan Ramalah. Dari empat ini, tiga orang yang lelaki, sudah datang ke Tungkar. Kalau yang perempuan, Ramalah, belum pernah datang. Tapi tahun lalu, anak dari Ramalah ini sudah datang ke sini. Anakn Ramalah juga ada yang bekerja di Angkatan Udara Malaysia," ujar Indah.

Dari keturunan Syekh Muhammad Saleh di Malaysia dan ranji kaumnya yang masih terjaga, Indah memastikan, Syekh Muhammad Saleh merupakan anak dari pasangan suami-istri Syekh Thoyib bin Syekh Abdullah dan Fatimah. Adapun Syekh Thoyib ini merupakan angota kaum Chaniago Tungkar yang merantau ke Mekkah. "Sedangkan Fatimah berasal dari kaum kami," kata Indah.
Saat merantau ke Mekkah, Syekh Thoyib memboyong anaknya Syekh Muhammad Saleh. Di Mekkah, Syeh Thoyib juga memiliki istri. Mereka, dikarunai tiga anak. Yakni, Syekh Ali Tungkar, Stekh Muin Tungkar, dan Zainab. Dengan demikian, dari garis ayah, Syekh Muhammad Saleh, memiliki tiga saudara.

Selama berada di Mekkah, Syekh Muhammad Saleh yang tinggal bersama ayah dan ibu tirinya, menimba ilmu agama pada sejumlah ulama besar. Seperti, Saiyid Umar Ba Junaid, Saiyid Muhammad Said Babshail, Saiyid Abdullah Zawawi. Saiyid Ahmad bin Zaini Dahlan, Syeikh Abu Bakar Syatha, Syeikh Muhammad bin Sulaiman Hasbullah al-Makki, dan Syeikh Abdul Hamid asy-Syarwani.

Pada usia 17 tahun, Syekh Muhammad Saleh disebut-sebut pulang kampung ke Nagari Tungkar. Di sini, ia digadang-gadang pernah menimba ilmu agama kepada Syekh Muhammad Djamil atau Beliau Tungkar, seorang ulama Tarekat Naqsabandiyah yang cukup terkemuka di Minangkabau. Selain belajar agama kepada Beliau Tungkar yang merupakan murid dari Beliau Barulak, Syekh Muhammad Saleh juga belajar silat Minangkabau.

Empat tahun kemudian, Syekh Muhammad kembali ke Mekkah. Di sana, ia bertemu sahabat bernama Engku Kudin, putra Raja Deli Serdang yang kemudian mengajaknya berdakwah ke Semenanjung Tanah Melayu, termasuk ke wilayah yang kini menjadi bagian Kepuluan Riau dan Malaysia.

Di Kepulauan Riau, Syekh Muhammad Saleh tercatat pernah dipercaya sebagai Hakim Kesultanan Riau-Lingga. Sedangkan di Malaysia, beliau didapuk sebagai Mufti Perak Darul Ridzuan: negara bagian terbesar keempat di Malaysia. Syekh Muhammad Saleh juga disebut-sebut berteman akrab dengan Syekh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi dan Syekh Mukhtar Jawa.

Benar atau tidak, barangkali, ini menarik ditelusuri lebih jauh Paling tidak, sebagai inspirasi bagi saya dan anak-anak Nagari Tungkar lainnya, bahwa dari kampung kami pernah ada ulama-ulama besar pada zamannya. Inspirasi ini tentu dibutuhkan, apalagi di Tungkar sedang berkembang pesat dua lembaga pendidikan agama Islam. Yakni, Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Ampek Suku dan Pondok Pesantren Al-Makmur. (Fajar Rillah Vesky)

2 komentar:

  1. Assalammualaikum....
    Saya Ada buku salasilah hidup datuk saya nie....klu nak detail, email saya yea seperti Di bawah...

    BalasHapus
  2. Assalamualaikum, saya adalah salah sorang ahli keluarga whatsapp group Al- Tunkar dan berminat untuk mendapatkan buku yg tuan katakan itu, terima kasih.

    BalasHapus

Diberdayakan oleh Blogger.